BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Fiqih adalah ilmu yang harus dipahami oleh seseorang
tentang bagaimana dia memahi syariat, agar tidak terjerumus ke jurang yang
salah. Di sini kami membahas tentang keluarga berencana berdasarkan Al-Qur’an
dan Al-Hadist ang memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya islam membolehkan
orang untuk KB, bahkan kadang-kadang hokum KB itu nerubah dari mubah menjadi
sunah, wajib, makruh, atau haram, seperti halnya hukum perkawinan bagi orang
islam yang hukum asalnya juga mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai
dengan situasi dan kondisi individu muslim yang bersangkutan dan juga
memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarakat atau Negara.
Hal ini sesuai dengan kaidah hokum islam yang
berbunyi “ hukum-hukum itu bias berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat
dan keadaan”.
B.
Rumusan Masalah
- Apakah KB diperbolehkan dalam
syariat dan bagaimana ketentuannya?
- Bagaimanakah sebenarnya hokum
aqiqoh dan pelaksanaannya?
- Bagaimana ketentuan inseminasi
buatan?
- Siapakah yang berhak dalam
pengasuhan anak?
C.
Tujuan
- Untuk
mengetahui hukum KB yang sebenarnya menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist.
- Untuk
memahami pelaksanaan aqiqoh beserta hukumnya.
- Untuk
mengetahui penetapan syariat dalam inseminasi buatan dan pernyataannya
yang keras terhadap masalah kelamin bahwa kelamin itu tidak halal kecuali
dengan izin syariat
- Untuk
mengetahui siapakah yang berhak dan berkewajiban dalam mengasuh anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Keluarga Berencana
Keuarga berencana berarti pasangan suami istri yang
telah mempunyai perencanaan yang konkrit mengenai kapan anaknya diharapkan
lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang
dicita-cirtakan yang disesuaikan dengan kemampuannya dan kondisi masyarakat dan
negaranya.
1.
Pandangan Al Qur’an tentang keluarga
berencana
Dalam
Al Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita
laksanakan dengan KB ialah :
Surat An Nisa’ ayat 9
|·÷uø9ur úïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz ZpÍhè $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøn=tæ (#qà)Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´Ïy ÇÒÈ
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang
yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka
khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa
kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain
ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB di antaranya
adalah surat Al
Qashas:77, al Baqarah:233, Lukman:14, al Akhaf: 15, al Anfal:53, dan at
Thalaq:7. Dari ayat-ayar diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk
yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain menjaga kesehatan istri,
mempertimbangkan kepentingan anak, dan memperhitungkan biaya rumah tangga.
2.
Pandangan Al Hadits tentang keluarga
berencana
Dalam
hadist Nabi diriwayatkan:
“Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan
ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi
beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari
hadist ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah
tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka manjadi
beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya
dipikirkan bersama.
3.
Hukum keluarga berencana
a. Menurut
al Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam
al Qur’an dan hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan
KB secara eksplisit, karena hokum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum
islam, yaitu:
Tetapi dalam al
Qur’an ada ayat-ayat yang mengindikasikan tentang diperbolehkannya mengikuti
program KB, yakni karena hal-hal berikut:
1)
Mengkhawatirkan keselamatan jiwa atau
kesehatan ibu. Hal ini sesusai dengan firman Allah:
“Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam
kerusakan”.
2)
Menkhawatirkan keselamatan agama, akibat
kesempitan penghidupan, hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
“Kefakiran
atau kemiskinan itu mendekati kekufuran.”
3)
Mengkhawatirkan kesehatan atau
pendidikan si anak bila jarak kelahiran itu terlalu dekat sebagaimana hadits
Nabi:
“jangan
bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.”
b. Menurut
pandangan ulama’
1)
Ulama yang membolehkan
Di antara ulama’
yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, syaikh al Hariri, Syaikh Syalthut.
Ulama yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti program KB
dengan ketentuan antara lain untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari
kesulitan ibu, dan untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa
perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu
berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan
pendapatnya pada surah al Mu’minun ayat 12,13, dan 14.
2)
Ulama yang melarang
Selain ulama
yang membolehkan ada pula para ulama’ yang melarang, diantaranya ialah Prof.
Dr. Makdkour, Abu A’la al Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena
perbuatan itu termasuk menbunuh keturunan seperti firman Allah:
“Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu
karena takut (kemiskinan) kami akan member rizki kepadamu dan kepada mereka.”
c. Cara
KB yang diperbolehkan dan yang dilarang oleh Islam
1)
Cara yang diperbolehkan
“Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl,
tetapi beliau tidak melarangnya.”
2)
Cara yang dilarang
B.
Aqiqah
Siti
Aisyah r.a. berkata :
“Rosullullah saw. Telah menyuruh kita
berakikah bagi anak laki-laki duan ekor kambing yang memadai dan bagi anak
perempuan seekor kambing” . (Riwayat Turmudzi)
Orang yang
berkewajiban member nafkah anaknya disunatkan mengakikahkan anak itu dari sejak
lahir sampai baligh. Akikah itu seperti kurban saja (mengenai hukum-hukumnya,
harus gemuk, sehat, selamat dari cacat, dan sebagainya) dan sebaiknya jangan
dipotong-potong tulangnya (untuk tafaul keselamatan anaknya). Bersedekah dengan
daging yang suddah masak lalu disedekahkan kepada orang fakir (miskin), lebih
baik daripada mengundang mereka datang kerumah menerima akikah itu lebih baik
daripada sedekah daging mentah.
Memberi
nama anak
Bahkan
disunatkan member nama anak walaupun keguguran, yang sudah dampai saat
ditiupkan rohnya (menginjak bulan kelima). Nama yang paling afdhal ialah nama
Abdullah atau Abdurrahman (yang diambil dari nam Allah ditambah kalimat Abdul).
Tidak makruh dengan nama nabi atau malaikat, bahkan ada beberapa fadhilah yang
besar dengan memberi nama “Muhammad”
Sabda Nabi saw.
Riwayat Ibnu abbas r.a.:
“Allah akan mengeluarkan ahli tauhid dari
neraka (sebab dahulu banyak dosanya). Orang yang mula-mula dikeluarkan ialah
orang yang namanya bersesusaian dengan nama Nabi.”
Haram member
nama dengan “Mulukul Muluk” (raja di atas raja), “Qadil Qudhat” (penghulu atas
semua penghulu), “Hakumulhukkam” (hakim atas semua hakim), “demikian pula
dengan “Abdun Nabi” atau “Jarullah” (tetangga allah), dan bergelar dengan Abu
Qasim (gelar Nabi Muhammad saw., kecuali bila sekonyong-konyong timbul dari
ucapan masyarakat, tanpa keinginan orang yang bersangkutan).
Disunatkan untuk
mencukur rambut anak (bayi) walaupun perempuan pada hari ke tujuh dan
bersedekah emas atau perak dengan seberat rambutnya. Sunat pula diazani
(telinga kanan dan diiqamati telinga kirinya). Sabda Nabi saw.:
“Barang siapa yang mempunyai anak yang baru
lahir, lalu mengazani telinga kanannya dan mengiqamati telinga kirinya, maka ia
tidak akan diganggu oleh Ummush-Shibyan (pengikut jin).”Rwayat Ibnu Sunni
Lalu dibacakan surat Al ikhlas dan ayat,
“Inni u’iidzuuha bika wa dzurriyyatahaa minasy-syaithaanirrajiim,” dengan
ta’nits dhamir, walaupun bayi.
Lakilaki atau
perempuan yang ahli kebaikan disunnatkan memamahkan kurma atau manissan
(umpamanya madu) yang tidak terkena api untuk disuapkan kepada bayi yang
sesudah dilahirkan.
C.
Inseminasi Buatan
1. Inseminasi
buatan adalah haram
Dalil untuk itu adalah pertama kita ketahui dari
cara penetapan syara’ dan peringatanya yang keras terhadap masalah kelamin
bahwa kelamin itu tidak halal kecuali dengan izin sekedar kemungkinan diharamkan cukup sudah sebagai alas an untuk mencegah
dan kehati hatian. Kedua dalam surat
an nur ayat 31 yang berarti katakanlah
kpada wanita yang beriman ‘hendaklah mereka Manahan pandangannya dan memelihara
kemaluannya.
2. Hamil
Inseminasi Buatan
Kalau inseminasi buatan yabg haram tersebut telah
dilakukan dan terjadi kehamilan adakah anak yang dilahirkanya merupakan anak
yang sah?kalau anak itu sah kepada siapa nasabnya?
Ayatullah Mushin Thabathaba’I Al Hakim, membedakan
antara anakn zina dari anak hasil inseminasi buatan. Menurut beliau,anak hasil
inseminasi butan dikaitkan nasabnya dengan ibunya,sebab secara hakiki dia
adalah anaknya. Akan halnya bila dinisbatkan kepada laki-lki pemilik sperma,
al-Sayyid, Al-Hakim mengatakan bahwa kehamilan tersebut tidak bisa dikaitkan
kepadanya sebab, pengaitan kehamilan terhadap seseorang tergantung pada
hubungan seksual yang dilakukannya sendiri baik dia mampu melakukannya atau
tidak. Bagaimanapun, inseminasi buatan adalah haram yang tak patut untuk
dilakukan oleh seorang muslim. Kendati demikin anak yang dilhirkan dengan cara
ini tidak memyebabkan anak tersebut lantas disebut anak zina. Hubungan semacam
itu diharamkan, namun pada saat yang sama anak yang dilahirkannya tetap
dinyatakan sebagai anak yang sah.
D. Hak
dan Kewaiban Pengasuhan Anak
Persoalan Pengasuhan Anak atau Haddanah tidak ada
hubungannya dengan perwalin terhadap anak, baik menyangkut perkawinannya maupun
menyangkut hartanya. Haddanah adalh perkara mengasuh anak, dalam arti mendii
dan menjagaanya untuk masa ketika anak-nk itu membutuhkan wanita pengsuh. Dalm
hal ini merek sepakat bhwa itu adalah ibu.
Orang-orang yang berhak
mengasuh
Apabil seorang ibu tidak mampu mengasuh anaknya
kepada siapa hak tersebut dialihkan?
Hanafi : hak itu secara berturut-turut dialihn ari
ibu kepada ibuny ibu, ibunya ayah, saudara-saudara perempuan kandung,
saudara-saudara perempuan seibu, saudara-saudara perempuan seayah, anak
perempuan dari saudara perempuan andung, anak perempuan dari saudara seibu, dan
demikian eterusnya hingga pada bibi dari pihak ibu dan ayah.
Maliki : hak itu secara berturut-turut dialihkan
dari ibu kepada ibunya ibu dan seterunya ke atas saudara ibu sekandung, saudara
perempun ibu seibu, saudara perempun nenek perempuan dari pihak ibu, saudara
perempuan kkek dari pihak ibu, saudara perempuan kakek dari pihak ayah, ibi
ibunya ayah, ibu bpaknya ayah dan seterusnya.
Syarat asuhan
para ulama
madzab sepakat bahwa, dalam asuhan seperti itu disyaratkan orang yang mengasuh
berakal sehat, bias dipercaya, suci diri, bukn pelaku maksiat, bukan penari,
dan bukn peminum komr, srta tidak mengabaikan anak yang di asuhnya. Ulama
madzab berbeda pendapat tentang, apakah islm merupakan syarat dalm asuhan.
Imamiyah dan Syafi’I : eorang kafir tidak boleh
mengasuh anak yang beragama islam sedangkan madzab-madzab lainnya tidak
mensyaratkannya. Hanya saja ulama madzab hanaf mengatakan ahwa kemurtadan
wanita dan laki-laki yang mengasuh, menggugurkan hak asuh.
Imamiyah berpendapat pengasuhn harus terhindar dari
penyakit menular. Hambali : pengasuhan harus terbebes dari dari penyakit lepra
dan belang yang penting, dia tidak membahayaan kesehatan si anak. Seterusnya
madzab 4 berpendapat bahwa apabila ibu si anak dicerai suaminya lalu dia kawin
lagi dengan laki-laki, maka hak asuhnyamenjadi gugur. Akan tetapi bila
laki-laki tersebut memiliki kasih saying pada si anak, maka hak asuhan bagi ibu
tersebut tetap ada.
Imamiah berpendapat: hak asuh bagi ibu gugur secara
mutlak karena perkawinannya dengan laki-laki lain, baik suaminya itu memiliki
kasih sayang kepada si anak maupun tidak.
Masa asuhan
Hanafi berpendapat: masa asuhan adalah 7 tahun untuk
anak laki-laki dan safi’i mengatakan tidak ada batasan tertentu bagi asuhan.
Anak tetap tinggal bersama ibunya sampai dia bisa menentukan pilihan apakah
tinggal bersama ibu atau ayahnya.
Maliki berpendapat: masa asuhan anak laki-laki
adalah sejak dilahirkan hingga baliq, sedangkan anak perempuan hingga menikah.
Hambali: masa asuh anak laki-laki dan perempuan
adalah 7 tahun, dan sesuah itu si anak disuruh memilih apakah tinggal bersama
ibu atau ayahnya lalu si anak tinggal bersama orang yang dipilih itu.
Imamiah: masa asuh untuk anak laki-laki 2 tahun,
sedangkan anak perempuan, 7 tahun sesudah itu hak ayahnya, hingga dia mencapai
usia 9 tahun, bila dia perempuan, dan 15 tahun bila laki-laki,untuk kemudian
disuruh memilih dengan siapa dia ingin tinggal ibu atau ayahnya.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan
beberapa hal yang berkaitan dengan ilmu fiqih, yaitu sebagai berikut :
·
KB/ family planning atau planed
parenthood berarti pasangan suami istri telah mempunyai perencanaan yang
konkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya
disambut dengan rasa gembira dan syukur.
·
Aqiqoh adalah menyembelih kambing untuk
menebus bayi yang baru lahir pada hari ke-7 dari kelahirannya. Ulama syafi’iah
menetapkan bahwa yang mengeluarkan aqiqoh itu adalah orang yang menanggung
nafkah sang anak dari hartanya dan bukan dari harta milik sang anak.
·
Inseminasi buatan dengan sperma suami
sendiri menurut hukum islam adalah boleh dan inseminasi buatan dengan sperma
donor adalah haram.
·
Syarat yang ditetapkan ulama mazhab
bahwa orang yang mengasuh harus berakal sehat, bias dipercaya, suci diri, bukan
pelaku maksiat serta tidak mengabaikan anak yang diasuhnya.
·
\
B.
Saran
Sikap yang harus dimiliki oleh seseorang yang mendapat
predikat islam harus memahami seluk beluk tentang ilmu fiqih agar tidak
mengambil jalan pintas yang keluar dari aturan syariat.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’anul
Karim
Masalah
Inseminasi terhadap manusia,Mimbar Ulama, No.21 tahun III, Juli 1978.
http://Said-Said
.blogspot.com/2011/3/keluarga –berencana,html
Hamka,
Masalah Sperma Cangkokan, Panji Mayarakat, No.209, 5 Oktober 1976.
MAKALAH
KELUARGA
BERENCANA
Diajukan
Untuk Memenuhi Tugas
Mata
Kuliah “FIQIH”
Dosen
Pembimbing :
Drs.
H. Zen Amiruddin, M.Si
Disusun Oleh :
Hanik Khoirotun
Nikmah (3213103071)
Khoirul Bakhtiar (3213103084)
Lisna Vivin (3213103097)
Kelompok : 10
Prodi : TBI/2C
Semester : II
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) TULUNGAGUNG
|
KATA PENGANTAR
Segala puji
syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, ni’mat
dan hidayah Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan
baik.
Penulisan makalah ini
dimaksudkan sebagai salah satu upaya penulis dalam mempelajari ilmu-ilmu yang
berkaitan dengan pemahaman atau disebut ilmu fiqih.
Dalam
proses penulisan karya tulis ini, penulis menyajikan penjelasan berdasarkan
bab-bab yang ada
Tak
lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih semua pihak yang telah membantu penulis dalam proses penulisan
makalah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
Tiada
gading yang tak retak, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan karya
tulis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan penulis yang terbatas. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah penulis harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.
Semoga
karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.
Tulungagung, 09 Juni 2011
Penyusun
|
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
KATA PENGANTAR...................................................................................
ii
DAFTAR ISI..................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang...............................................................................
1
B. Tujuan.............................................................................................
1
C. Rumusan
Masalah...........................................................................
1
BAB IIPEMBAHASAN
A. Keluarga
Berencana........................................................................
2
B. Aqiqoh............................................................................................
4
C. Insiminasi
Buatan...........................................................................
6
D. Hak
dan Kewajiban Pengasuhan Anak..........................................
6
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.....................................................................................
9
B. Saran...............................................................................................
9
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
10
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar