Minggu, 28 April 2013

MAKALAH FIQIH TTG KB


BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Fiqih adalah ilmu yang harus dipahami oleh seseorang tentang bagaimana dia memahi syariat, agar tidak terjerumus ke jurang yang salah. Di sini kami membahas tentang keluarga berencana berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist ang memberikan indikasi, bahwa pada dasarnya islam membolehkan orang untuk KB, bahkan kadang-kadang hokum KB itu nerubah dari mubah menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram, seperti halnya hukum perkawinan bagi orang islam yang hukum asalnya juga mubah. Tetapi hukum mubah ini bisa berubah sesuai dengan situasi dan kondisi individu muslim yang bersangkutan dan juga memperhatikan perubahan zaman, tempat dan keadaan masyarakat atau Negara.
Hal ini sesuai dengan kaidah hokum islam yang berbunyi “ hukum-hukum itu bias berubah sesuai dengan perubahan zaman, tempat dan keadaan”.

B.     Rumusan Masalah
  1. Apakah KB diperbolehkan dalam syariat dan bagaimana ketentuannya?
  2. Bagaimanakah sebenarnya hokum aqiqoh dan pelaksanaannya?
  3. Bagaimana ketentuan inseminasi buatan?
  4. Siapakah yang berhak dalam pengasuhan anak?

C.    Tujuan
  1. Untuk mengetahui hukum KB yang sebenarnya menurut Al-Qur’an dan Al-Hadist.
  2. Untuk memahami pelaksanaan aqiqoh beserta hukumnya.
  3. Untuk mengetahui penetapan syariat dalam inseminasi buatan dan pernyataannya yang keras terhadap masalah kelamin bahwa kelamin itu tidak halal kecuali dengan izin syariat
  4. Untuk mengetahui siapakah yang berhak dan berkewajiban dalam mengasuh anak.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Keluarga Berencana
Keuarga berencana berarti pasangan suami istri yang telah mempunyai perencanaan yang konkrit mengenai kapan anaknya diharapkan lahir disambut dengan rasa gembira dan syukur dan merencanakan berapa anak yang dicita-cirtakan yang disesuaikan dengan kemampuannya dan kondisi masyarakat dan negaranya.
1.      Pandangan Al Qur’an tentang keluarga berencana
Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat yang memberikan petunjuk yang perlu kita laksanakan dengan KB ialah :
Surat An Nisa’ ayat 9
|·÷uø9ur šúïÏ%©!$# öqs9 (#qä.ts? ô`ÏB óOÎgÏÿù=yz Zp­ƒÍhèŒ $¸ÿ»yèÅÊ (#qèù%s{ öNÎgøŠn=tæ (#qà)­Guù=sù ©!$# (#qä9qà)uø9ur Zwöqs% #´ƒÏy ÇÒÈ 
 “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka anak-anak yang lemah. Mereka khawatir terhadap kesejahteraan mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar”.
Selain ayat diatas masih banyak ayat yang berisi petunjuk tentang pelaksanaan KB di antaranya adalah surat Al Qashas:77, al Baqarah:233, Lukman:14, al Akhaf: 15, al Anfal:53, dan at Thalaq:7. Dari ayat-ayar diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa petunjuk yang perlu dilaksanakan dalam KB antara lain menjaga kesehatan istri, mempertimbangkan kepentingan anak, dan memperhitungkan biaya rumah tangga.
2.      Pandangan Al Hadits tentang keluarga berencana
Dalam hadist Nabi diriwayatkan:
 “Sesungguhnya lebih baik bagimu meninggalkan ahli warismu dalam keadaan berkecukupan daripada meninggalkan mereka menjadi beban atau tanggungan orang banyak.”
Dari hadist ini menjelaskan bahwa suami istri mempertimbangkan tentang biaya rumah tangga selagi keduanya masih hidup, jangan sampai anak-anak mereka manjadi beban bagi orang lain. Dengan demikian pengaturan kelahiran anak hendaknya dipikirkan bersama.
3.      Hukum keluarga berencana
a.       Menurut al Qur’an dan Hadits
Sebenarnya dalam al Qur’an dan hadits tidak ada nas yang shoreh yang melarang atau memerintahkan KB secara eksplisit, karena hokum ber-KB harus dikembalikan kepada kaidah hukum islam, yaitu:
Tetapi dalam al Qur’an ada ayat-ayat yang mengindikasikan tentang diperbolehkannya mengikuti program KB, yakni karena hal-hal berikut:
1)      Mengkhawatirkan keselamatan jiwa atau kesehatan ibu. Hal ini sesusai dengan firman Allah:
 “Janganlah kalian menjerumuskan diri dalam kerusakan”.
2)      Menkhawatirkan keselamatan agama, akibat kesempitan penghidupan, hal ini sesuai dengan hadits Nabi:
“Kefakiran atau kemiskinan itu mendekati kekufuran.”
3)      Mengkhawatirkan kesehatan atau pendidikan si anak bila jarak kelahiran itu terlalu dekat sebagaimana hadits Nabi:
 “jangan bahayakan dan jangan lupa membahayakan orang lain.”
b.      Menurut pandangan ulama’
1)      Ulama yang membolehkan
Di antara ulama’ yang membolehkan adalah Imam al-Ghazali, syaikh al Hariri, Syaikh Syalthut. Ulama yang membolehkan ini berpendapat bahwa diperbolehkan mengikuti program KB dengan ketentuan antara lain untuk menjaga kesehatan si ibu, menghindari kesulitan ibu, dan untuk menjarangkan anak. Mereka juga berpendapat bahwa perencanaan keluarga itu tidak sama dengan pembunuhan karena pembunuhan itu berlaku ketika janin mencapai tahap ketujuh dari penciptaan. Mereka mendasarkan pendapatnya pada surah al Mu’minun ayat 12,13, dan 14.
2)      Ulama yang melarang
Selain ulama yang membolehkan ada pula para ulama’ yang melarang, diantaranya ialah Prof. Dr. Makdkour, Abu A’la al Maududi. Mereka melarang mengikuti KB karena perbuatan itu termasuk menbunuh keturunan seperti firman Allah:
 “Dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut (kemiskinan) kami akan member rizki kepadamu dan kepada mereka.”
c.       Cara KB yang diperbolehkan dan yang dilarang oleh Islam
1)      Cara yang diperbolehkan
Ada beberapa macam cara pencegahan kehamilan yang diperbolehkan oleh syara’ antara lain, menggunakan pil, suntikan spiral, kondom, diafragma, tablet vaginak dan tissue. Cara ini diperbolehkan asal tidak membahayakan nyawa si ibu. Dengan cara ini dapat dikategorikan kepada azl yang tidak dipermasalahkan hukumnya. Sebagaimana hadits Nabi:
 “Kami dahulu dizaman Nabi SAW melakukan azl, tetapi beliau tidak melarangnya.”
2)      Cara yang dilarang
Ada juga cara pencegahan kehamilan yang dilarang oleh syara’ yaitu dengan cara merubah dan merusak organ tubuh yang bersangkutan. Cara-cara yang termasuk kategori ini antara lain vasektomi, tubektomi, dan aborsi. Hal ini tidak diperbolehkan karena hal ini menentang tujuan pernikahan untuk menghasilkan keturunan.

B.     Aqiqah
Siti Aisyah r.a. berkata :
 “Rosullullah saw. Telah menyuruh kita berakikah bagi anak laki-laki duan ekor kambing yang memadai dan bagi anak perempuan seekor kambing” . (Riwayat Turmudzi)
Orang yang berkewajiban member nafkah anaknya disunatkan mengakikahkan anak itu dari sejak lahir sampai baligh. Akikah itu seperti kurban saja (mengenai hukum-hukumnya, harus gemuk, sehat, selamat dari cacat, dan sebagainya) dan sebaiknya jangan dipotong-potong tulangnya (untuk tafaul keselamatan anaknya). Bersedekah dengan daging yang suddah masak lalu disedekahkan kepada orang fakir (miskin), lebih baik daripada mengundang mereka datang kerumah menerima akikah itu lebih baik daripada sedekah daging mentah.
Memberi nama anak
Bahkan disunatkan member nama anak walaupun keguguran, yang sudah dampai saat ditiupkan rohnya (menginjak bulan kelima). Nama yang paling afdhal ialah nama Abdullah atau Abdurrahman (yang diambil dari nam Allah ditambah kalimat Abdul). Tidak makruh dengan nama nabi atau malaikat, bahkan ada beberapa fadhilah yang besar dengan memberi nama “Muhammad”
Sabda Nabi saw. Riwayat Ibnu abbas r.a.:
 “Allah akan mengeluarkan ahli tauhid dari neraka (sebab dahulu banyak dosanya). Orang yang mula-mula dikeluarkan ialah orang yang namanya bersesusaian dengan nama Nabi.”
Haram member nama dengan “Mulukul Muluk” (raja di atas raja), “Qadil Qudhat” (penghulu atas semua penghulu), “Hakumulhukkam” (hakim atas semua hakim), “demikian pula dengan “Abdun Nabi” atau “Jarullah” (tetangga allah), dan bergelar dengan Abu Qasim (gelar Nabi Muhammad saw., kecuali bila sekonyong-konyong timbul dari ucapan masyarakat, tanpa keinginan orang yang bersangkutan).
Disunatkan untuk mencukur rambut anak (bayi) walaupun perempuan pada hari ke tujuh dan bersedekah emas atau perak dengan seberat rambutnya. Sunat pula diazani (telinga kanan dan diiqamati telinga kirinya). Sabda Nabi saw.:
 “Barang siapa yang mempunyai anak yang baru lahir, lalu mengazani telinga kanannya dan mengiqamati telinga kirinya, maka ia tidak akan diganggu oleh Ummush-Shibyan (pengikut jin).”Rwayat Ibnu Sunni
Lalu dibacakan surat Al ikhlas dan ayat, “Inni u’iidzuuha bika wa dzurriyyatahaa minasy-syaithaanirrajiim,” dengan ta’nits dhamir, walaupun bayi.
Lakilaki atau perempuan yang ahli kebaikan disunnatkan memamahkan kurma atau manissan (umpamanya madu) yang tidak terkena api untuk disuapkan kepada bayi yang sesudah dilahirkan.




C. Inseminasi Buatan
1.   Inseminasi buatan adalah haram
Dalil untuk itu adalah pertama kita ketahui dari cara penetapan syara’ dan peringatanya yang keras terhadap masalah kelamin bahwa kelamin itu tidak halal kecuali dengan izin  sekedar kemungkinan diharamkan  cukup sudah sebagai alas an untuk mencegah dan kehati hatian. Kedua dalam surat an nur ayat  31 yang berarti katakanlah kpada wanita yang beriman ‘hendaklah mereka Manahan pandangannya dan memelihara kemaluannya. 
2.   Hamil Inseminasi Buatan
Kalau inseminasi buatan yabg haram tersebut telah dilakukan dan terjadi kehamilan adakah anak yang dilahirkanya merupakan anak yang sah?kalau anak itu sah kepada siapa nasabnya?
Ayatullah Mushin Thabathaba’I Al Hakim, membedakan antara anakn zina dari anak hasil inseminasi buatan. Menurut beliau,anak hasil inseminasi butan dikaitkan nasabnya dengan ibunya,sebab secara hakiki dia adalah anaknya. Akan halnya bila dinisbatkan kepada laki-lki pemilik sperma, al-Sayyid, Al-Hakim mengatakan bahwa kehamilan tersebut tidak bisa dikaitkan kepadanya sebab, pengaitan kehamilan terhadap seseorang tergantung pada hubungan seksual yang dilakukannya sendiri baik dia mampu melakukannya atau tidak. Bagaimanapun, inseminasi buatan adalah haram yang tak patut untuk dilakukan oleh seorang muslim. Kendati demikin anak yang dilhirkan dengan cara ini tidak memyebabkan anak tersebut lantas disebut anak zina. Hubungan semacam itu diharamkan, namun pada saat yang sama anak yang dilahirkannya tetap dinyatakan sebagai anak yang sah.

D.    Hak dan Kewaiban Pengasuhan Anak
Persoalan Pengasuhan Anak atau Haddanah tidak ada hubungannya dengan perwalin terhadap anak, baik menyangkut perkawinannya maupun menyangkut hartanya. Haddanah adalh perkara mengasuh anak, dalam arti mendii dan menjagaanya untuk masa ketika anak-nk itu membutuhkan wanita pengsuh. Dalm hal ini merek sepakat bhwa itu adalah ibu.

Orang-orang yang berhak mengasuh  
Apabil seorang ibu tidak mampu mengasuh anaknya kepada siapa hak tersebut dialihkan?
Hanafi : hak itu secara berturut-turut dialihn ari ibu kepada ibuny ibu, ibunya ayah, saudara-saudara perempuan kandung, saudara-saudara perempuan seibu, saudara-saudara perempuan seayah, anak perempuan dari saudara perempuan andung, anak perempuan dari saudara seibu, dan demikian eterusnya hingga pada bibi dari pihak ibu dan ayah.
Maliki : hak itu secara berturut-turut dialihkan dari ibu kepada ibunya ibu dan seterunya ke atas saudara ibu sekandung, saudara perempun ibu seibu, saudara perempun nenek perempuan dari pihak ibu, saudara perempuan kkek dari pihak ibu, saudara perempuan kakek dari pihak ayah, ibi ibunya ayah, ibu bpaknya ayah dan seterusnya.
Syarat asuhan
para  ulama madzab sepakat bahwa, dalam asuhan seperti itu disyaratkan orang yang mengasuh berakal sehat, bias dipercaya, suci diri, bukn pelaku maksiat, bukan penari, dan bukn peminum komr, srta tidak mengabaikan anak yang di asuhnya. Ulama madzab berbeda pendapat tentang, apakah islm merupakan syarat dalm asuhan.
Imamiyah dan Syafi’I : eorang kafir tidak boleh mengasuh anak yang beragama islam sedangkan madzab-madzab lainnya tidak mensyaratkannya. Hanya saja ulama madzab hanaf mengatakan ahwa kemurtadan wanita dan laki-laki yang mengasuh, menggugurkan hak asuh.
Imamiyah berpendapat pengasuhn harus terhindar dari penyakit menular. Hambali : pengasuhan harus terbebes dari dari penyakit lepra dan belang yang penting, dia tidak membahayaan kesehatan si anak. Seterusnya madzab 4 berpendapat bahwa apabila ibu si anak dicerai suaminya lalu dia kawin lagi dengan laki-laki, maka hak asuhnyamenjadi gugur. Akan tetapi bila laki-laki tersebut memiliki kasih saying pada si anak, maka hak asuhan bagi ibu tersebut tetap ada.
Imamiah berpendapat: hak asuh bagi ibu gugur secara mutlak karena perkawinannya dengan laki-laki lain, baik suaminya itu memiliki kasih sayang kepada si anak maupun tidak.
Masa asuhan
Hanafi berpendapat: masa asuhan adalah 7 tahun untuk anak laki-laki dan safi’i mengatakan tidak ada batasan tertentu bagi asuhan. Anak tetap tinggal bersama ibunya sampai dia bisa menentukan pilihan apakah tinggal bersama ibu atau ayahnya.
Maliki berpendapat: masa asuhan anak laki-laki adalah sejak dilahirkan hingga baliq, sedangkan anak perempuan hingga menikah.
Hambali: masa asuh anak laki-laki dan perempuan adalah 7 tahun, dan sesuah itu si anak disuruh memilih apakah tinggal bersama ibu atau ayahnya lalu si anak tinggal bersama orang yang dipilih itu.
Imamiah: masa asuh untuk anak laki-laki 2 tahun, sedangkan anak perempuan, 7 tahun sesudah itu hak ayahnya, hingga dia mencapai usia 9 tahun, bila dia perempuan, dan 15 tahun bila laki-laki,untuk kemudian disuruh memilih dengan siapa dia ingin tinggal ibu atau ayahnya.












BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal yang berkaitan dengan ilmu fiqih, yaitu sebagai berikut :
·         KB/ family planning atau planed parenthood berarti pasangan suami istri telah mempunyai perencanaan yang konkrit mengenai kapan anak-anaknya diharapkan lahir agar setiap anaknya disambut dengan rasa gembira dan syukur.
·         Aqiqoh adalah menyembelih kambing untuk menebus bayi yang baru lahir pada hari ke-7 dari kelahirannya. Ulama syafi’iah menetapkan bahwa yang mengeluarkan aqiqoh itu adalah orang yang menanggung nafkah sang anak dari hartanya dan bukan dari harta milik sang anak.
·         Inseminasi buatan dengan sperma suami sendiri menurut hukum islam adalah boleh dan inseminasi buatan dengan sperma donor adalah haram.
·         Syarat yang ditetapkan ulama mazhab bahwa orang yang mengasuh harus berakal sehat, bias dipercaya, suci diri, bukan pelaku maksiat serta tidak mengabaikan anak yang diasuhnya.
·         \
B.     Saran
Sikap yang harus dimiliki oleh seseorang yang mendapat predikat islam harus memahami seluk beluk tentang ilmu fiqih agar tidak mengambil jalan pintas yang keluar dari aturan syariat.










DAFTAR PUSTAKA


Al-Qur’anul Karim

Masalah Inseminasi terhadap manusia,Mimbar Ulama, No.21 tahun III, Juli 1978.

http://Said-Said .blogspot.com/2011/3/keluarga –berencana,html

Hamka, Masalah Sperma Cangkokan, Panji Mayarakat, No.209, 5 Oktober 1976.
              

















MAKALAH
KELUARGA BERENCANA
Diajukan Untuk Memenuhi Tugas
Mata Kuliah “FIQIH”
Dosen Pembimbing :
Drs. H. Zen Amiruddin, M.Si
155239_130724070320357_100001482938345_183228_4776390_n.jpg
 








Disusun Oleh :

Hanik Khoirotun Nikmah    (3213103071)
Khoirul Bakhtiar                  (3213103084)
Lisna Vivin                            (3213103097) 

Kelompok      : 10
Prodi               : TBI/2C
Semester         : II

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
( STAIN ) TULUNGAGUNG

 
TAHUN 2011
KATA PENGANTAR

            Segala puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, ni’mat dan hidayah Nya kepada kita, sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik.
Penulisan makalah ini dimaksudkan sebagai salah satu upaya penulis dalam mempelajari ilmu-ilmu yang berkaitan dengan pemahaman atau disebut ilmu fiqih.
            Dalam proses penulisan karya tulis ini, penulis menyajikan penjelasan berdasarkan bab-bab yang ada
            Tak lupa penulis mengucapkan banyak terima kasih semua pihak yang telah  membantu penulis dalam proses penulisan makalah ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan baik.
            Tiada gading yang tak retak, penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan karya tulis ini masih jauh dari sempurna karena kemampuan penulis yang terbatas. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangatlah penulis harapkan demi kesempurnaan makalah ini.
            Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

                                                                                                Tulungagung, 09 Juni 2011

   Penyusun





ii
 
 

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...................................................................................... i
KATA PENGANTAR................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang............................................................................... 1
B.     Tujuan............................................................................................. 1
C.     Rumusan Masalah........................................................................... 1

BAB IIPEMBAHASAN
A.    Keluarga Berencana........................................................................ 2
B.     Aqiqoh............................................................................................ 4
C.     Insiminasi Buatan........................................................................... 6
D.    Hak dan Kewajiban Pengasuhan Anak.......................................... 6

BAB III PENUTUP
A.    Kesimpulan..................................................................................... 9
B.     Saran............................................................................................... 9

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... 10



iii
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar